Senin, 24 November 2014

Makalah Pembelajaran Ceria 1


PEMBELAJARAN CERIA 1
Mata Kuliah : Manajemen Kelas
Dosen Pengampu : Drs. Jamiluddin Yacub
STAID LAMPUNG


Disusun Sebagai Tugas Kelompok
Mata Kuliah : Manajemen Kelas
Pada STAI DARUSSALAM LAMPUNG

             Oleh:
              Khoirudin
             Vivi Rahmawati
Semester : VII (Tujuh) Pagi
Jurusan : S1 Tarbiyah
Prodi : Pendidikan Agama Islam

SEKOLAH TINGGI AGAM ISLAM (STAI)
DARUSSALAM LAMPUNG T.A 2014


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL------------------------------------------------------------------- 1
DAFTAR ISI----------------------------------------------------------------------------- 2
BAB I--------------------------------------------------------------------------------------- 3
PENDAHULUAN---------------------------------------------------------------------- 3
BAB II-------------------------------------------------------------------------------------- 4
PEMBAHASAN------------------------------------------------------------------------- 4
A.  Pengertian Belajar------------------------------------------------------------------ 4
B.  Ciri-ciri Belajar---------------------------------------------------------------------- 4
C.  Gaya Belajar-------------------------------------------------------------------------- 5
D.  Prinsip-prinsip Belajar------------------------------------------------------------- 8
E.  Ciri-ciri Perubahan Perilaku dalam Belajar--------------------------------- 11
F.   Hasil Belajar-------------------------------------------------------------------------- 13
G. Faktor yang Mempengaaruhi dalam Belajar-------------------------------- 13
BAB III------------------------------------------------------------------------------------ 20
PENUTUP-------------------------------------------------------------------------------- 20
KESIMPULAN------------------------------------------------------------------------- 20
DAFTAR PUSTAKA----------------------------------------------------------------- 21



BAB I
PNDAHULUAN

1.    Latar Belakang

Pendidikan meupakan serangkaian proses yang sangat kompleks dan melibatkan banyak aspek yang saling berkaitan. Pendidikan betujuan untuk mengubah sikap dan tingkah laku manusia ke arah yang beradab. Dalam hal ini dibutuhkan suatu proses yang sangat panjang dan kompleks. Suatu proses dalam mengubah kualitas input dalam dunia pendidikan melibatkan dua aspek utama yang saling berkaitan, yakni belajar dan pembelajaran. Di samping kedua hal tersebut,masih terdapat berbagai factor lain yang sifatnya mendukung terjadinya kedua proses tersebut.

Belajar adalah serangkaian proses individual yang bertujuan untuk memberikan suatu informasi baru mengenai apa yang belum diketahui.Seorang pendidik atau calon pendidik dituntut untuk mengetahui berbagai konsep yang berkaitan dengan segala proses dalam dunia pendidikan. Begitu pula dengan masalah belajar karena hal ini adalah ssalah satu aspek penting yang menjadi pokok profesi seorang pendidik, baik secara langsung maupun sebagai mediator.

Pemahaman mengenai kegiatan belajar diperlukan dalam menentukan strategi pembelajaran yang paling tepat untuk diterapkan pada peserta didik. Apa yang menjadi konsep awal sebelum terjun dalam kegiatan belajar mengajar bagi seorang calon pendidik merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi. Begitu pula pemahaman terhadap defenisi, ciri-ciri belajar, gaya belajar, prinsip-prinsip belajar, ciri-ciri perubahan perilaku dalam belajar, hasil belajar, dan faktor yang mempengaruhi belajar, karena hal ini  adalah hal yang paling pokok yang menjadi objek kajian seorang pendidik.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Belajar

Belajar merupakan sesuatu kekuatan atau sumber daya yang tumbuh dari dalam diri seseorang (individu). Belajar adalah proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan. Jadi perubahan perilaku adalah hasil belajar. Artinya, seseorang dikatakan telah belajar, jika ia dapat melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan sebelumnya.[1]
Belajar diartikan sebagai aktivitas untuk memperoleh dan membangun pengetahuan. Belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan dan sikap. Kemampuan orang untuk belajar menjadi ciri penting yang membedakan jenisnya dari jenis-jenis makhluk yang lain. Aktivitas belajar sangat terkait dengan proses pencarian ilmu atau sebagai penambahan, perluasan, dan pendalaman pengetahuan, nilai dan sikap serta keterampilan.[2]
Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.[3]

B.     Ciri-ciri Belajar
Ciri-ciri belajar adalah sebagai berikut :
1. Adanya kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), maupun nilai dan sikap (afektif).
2. Perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja melainkan menetap atau dapat disimpan.
3. Perubahan itu tidak terjadi begitu saja melainkan harus dengan usaha. Perubahan terjadi akibat interaksi dengan lingkungan.
4. Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik/ kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan.[4]

C.    Gaya Belajar

Peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda-beda, Gaya belajar adalah karakteristik atau cara yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan atau memproses informasi atau pengetahuan dalam suatu proses pembelajaran.
Gaya belajar peserta didik, meliputi:
1.   Gaya Belajar Visual

Gaya belajar visual yaitu gaya belajar yang dilakukan seseorang untuk memperoleh informasi dengan dominan memanfaatkan indera mata dengan cara melihat seperti melihat gambar, poster grafik, diagram, dan sebagainya.[5] Gaya belajar visual ini menitikberatkan pada ketajaman penglihatan. Artinya, bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar mereka paham Gaya belajar seperti ini mengandalkan penglihatan atau melihat dulu buktinya untuk kemudian bisa mempercayainya.
  1. Cenderung melihat sikap, gerakan, dan bibir guru yang sedang mengajar
  2. Bukan pendengar yang baik saat berkomunikasi
  3. Saat mendapat petunjuk untuk melakukan sesuatu, biasanya akan melihat teman-teman lainnya baru kemudian dia sendiri yang bertindak
  4. Tak suka bicara didepan kelompok dan tak suka pula mendengarkan orang lain. Terlihat pasif dalam kegiatan diskusi.
  5. Kurang mampu mengingat informasi yang diberikan secara lisan
  6. Lebih suka peragaan daripada penjelasan lisan
  7. Dapat duduk tenang ditengah situasi yang ribut dan ramai tanpa terganggu.[6]
 2.    Gaya Belajar Auditori
Gaya belajar Auditori  mengandalkan pada pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya, gaya belajar ini memanfaatkan indera telinga dengan cara mendengar seperti mendengar radio, berdialog dan berdiskusi. Karakteristik model belajar seperti ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, kita harus mendengar, baru kemudian kita bisa mengingat dan memahami informasi itu.
Ciri-ciri gaya belajar Auditori yaitu :
  1. Mampu mengingat dengan baik penjelasan guru di depan kelas, atau materi yang didiskusikan dalam kelompok/ kelas
  2. Pendengar ulung: anak mudah menguasai materi iklan/ lagu di televise/ radio
  3. Cenderung banyak omong
  4. Tak suka membaca dan umumnya memang bukan pembaca yang baik karena kurang dapat mengingat dengan baik apa yang baru saja dibacanya
  5. Kurang cakap dalm mengerjakan tugas mengarang/ menulis
  6. Senang berdiskusi dan berkomunikasi dengan orang lain
  7. Kurang tertarik memperhatikan hal-hal baru dilingkungan sekitarnya, seperti hadirnya  anak baru, adanya papan pengumuman di pojok kelas, dll.

3. Gaya Belajar Kinestetik
Gaya belajar kinestetik, yaitu gaya belajar yang dilakukan seseorang untuk memperoleh informasi dengan dominan melakukan gerakan, praktek, atau pengalaman belajar secara langsung.[7] Karakter pertama adalah menempatkan tangan sebagai alat penerima informasi utama agar bisa terus mengingatnya. Hanya dengan memegangnya saja, seseorang yang memiliki gaya  ini bisa menyerap informasi tanpa harus membaca penjelasannya.
Ciri-ciri gaya belajar Kinestetik yaitu :
  1. Menyentuh segala sesuatu yang dijumapinya, termasuk saat belajar
  2. Sulit berdiam diri atau duduk manis, selalu ingin bergerak
  3. Mengerjakan segala sesuatu yang memungkinkan tangannya aktif. Contoh: saat guru menerangkan pelajaran, dia mendengarkan sambil tangannya asyik menggambar
  4. Suka menggunakan objek nyata sebagai alat bantu belajar
  5. Sulit menguasai hal-hal abstrak seperti peta, symbol dan lambang
  6. Menyukai praktek/ percobaan
  7. Menyukai permainan dan aktivitas fisik
D.    Prinsip-prinsip Belajar

Prinsip-prinsip belajar yang relatif berlaku umum berkaitan dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individual.
1.      Perhatian dan motivasi
Perhatian mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya.
Motivasi adalah tenaga yang digunakan untuk menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi erat kaitannya dengan minat, siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut. Motivasi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang di anggap penting dalam kehidupan. Nilai-nilai tersebut mengubah tingkah laku dan motivasinya.

2.      Keaktifan
Belajar tidak dapat dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalaminya sendiri. John Dewey mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang sendiri. Guru sekedar pembimbing dan pengarah.
Dalam setiap proses belajar siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu dapat berupa kegiatan fisik dan kegiatan psikis. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Sedangkan kegiatan psikis misalnya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan dan kegiatan psikis yang lain.

3.         Keterlibatan langsung/berpengalaman
Menurut Edgar Dale, dalam penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerucut pengalamannya, mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar dari pengalaman langsung. Belajar secara langsung dalam hal ini tidak sekedar mengamati secara langsung melainkan harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya.

4.      Pengulangan
Menurut  teori psikologi daya, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas mengamat, menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, berpikir, dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang. Berangkat dari salah satu hukum belajarnya “law of exercise”, Thorndike mengemukakan bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons, dan pengulangan terhadap pengamatan-pengamatan itu memperbesar peluang timbulnya respons benar.
Pada teori psikologi Conditioning, respons akan timbul bukan karena oleh stimulus saja tetapi oleh stimulus yang di kondisikan, misalnya siswa berbaris masuk ke kelas, mobil berhenti pada saat lampu merah. Ketiga teori tersebut menekankan pentingnya prinsip pengulangan dalam belajar walaupun dengan tujuan yang berbeda.

5.      Tantangan
Teori Medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa siswa dalam situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu dengan mempelajari bahan belajar tersebut.Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya. Bahan belajar yang baru, yang banyak mengandung masalah yang perlu  dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya.
Penggunaan metode eksperimen, inkuiri, diskoveri juga memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan sungguh-sungguh. Penguatan positif maupun negatif juga akan menantang siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hukum yang tidak menyenangkan.

6.      Balikan dan penguatan
Prinsip belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama ditekankan oleh teori belajar Operant Conditioning dari B.F. Skinner. Kalau pada teori conditioning yang diberi kondisi adalah stimulusnya, maka pada operant conditioning yang diperkuat adalah responnya. Kunci dari teori belajar ini adalah law of effectnya Thorndike.Siswa belajar sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan.
Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operant conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapat nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas. Hal ini juga bisa mendorong anak untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif atau escape conditioning. Format sajian berupa tanya jawab, diskusi, eksperimen, metode penemuan dan sebagainya merupakan cara belajar-mengajar yang memungkinkan terjadinya balikan dan penguatan.

7.      Perbedaan individu
Siswa merupakan individual yang unik, artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. Perbedaan belajar ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Sistem pendidikan klasikal yang dilakukan di sekolah kita kurang memperhatikan masalah perbedaan individual, umumnya pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya.
Pembelajaran klasikal yang mengabaikan perbedaan individual dapat diperbaiki dengan beberapa cara, misalnya:
·         Penggunaan metode atau strategi belajar-mengajar yang bervariasi
·         Penggunaan metode instruksional                                                                   
·         Memberikan tambahan pelajaran atau pengayaan pelajaran bagi siswa pandai dan memberikan bimbingan belajar bagi anak-anak yang kurang
·         Dalam memberikan tugas, hendaknya disesuaikan dengan minat dan kemampuan siswa.
Implikasi prinsip-prinsip belajar bagi siswa dan guru tampak dalam setiap kegiatan perilaku mereka selama proses pembelajaran berlangsung.[8]

E.     Ciri-ciri Perubahan Perilaku dalam Belajar

1.    Perubahan terjadi secara sadar
Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah, kecakapannya bertambah, kebiasaannya bertambah. Jadi perubahan tingkah laku yang terjadi karena mabuk atau dalam keadaan tidak sadar, tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar, karena orang yang bersangkutan tidak menyadari akan perubahan itu.

2.      Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.
Misalnya jika seorang anak belajar menulis, maka ia akan mengalami perubahan dari tidak dapat menulis menjadi dapat menulis. Perubahan ini berlangsung terus hingga kecakapan menulisnya menjadi lebih baik dan sempurna. Ia dapat menulis lebih indah, dapat menulis dengan pulpen, dapat menulis dengan kapur, dan sebagainya. Disamping itu dengan kecakapan menulis yang telah dimilikinya ia dapat memperoleh kecakapan-kecakapan lain misalnya, dapat menulis surat, menyalin catatan-catatan, mengerjakan soal-soal dan sebagainya.



3.      Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam perbuatan belajar, perubahan – perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu sendiri. Misalnya perubahan tingkah laku karena usaha orang yang bersangkutan.

4.      Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata, bersin, menangis, dan sebagainya, tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam arti belajar. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar, tidak akan hilang begitu saja melainkan akan terus dimiliki bahkan akan makin berkembang kalau terus dipergunakan atau dilatih.

5.      Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku ini terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar – benar disadari. Misalnya seseorang yang belajar mengetik, sebelumnya sudah menetapkan apa yang mungkin dapat dicapai dengan belajar mengetik, atau tingkat kecakapan mana yang akan dicapainya. Dengan demikian perbuatan belajar yang dilakukan senantiasa terarah kepada tingkah laku yang telah ditetapkannya.

6.      Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya.
Sebagai contoh jika seorang anak telah belajar naik sepeda maka perubahan yang paling tampak ialah dalam keterampilan naik sepeda itu. Akan tetapi ia telah mengalami perubahan – perubahan lainnya seperti pemahaman tentang cara kerja sepeda, pengetahuan tentang jenis – jenis sepeda, pengetahuan tentang alat – alat sepeda, cita – cita untuk memiliki sepeda, dan sebagainya. Jadi aspek perubahan yang satu berhubungan erat dengan aspek lainnya.[9]

F.     Hasil Belajar
Hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan perilaku individu yang sifatnya relatif permanen sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan. Hasil belajar merupakan pencapaian bentuk perubahan perilaku yang cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu (Asep Jihad & Haris,2008). Hasil belajar merupakan sesuatu yang diperoleh, dikuasai, atau dimiliki oleh siswa setelah melalui sebuah proses belajar. Hasil belajar harus mencerminkan tujuan pada tingkat tertentu yang berhasil dicapai oleh anak didik yang dinyatakan dengan angka atau huruf.[10]
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (hal 120-121) mengungkapkan, bahwa untuk mengukur dan mengevaluasi hasil belajar siswa tersebut dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar. Berdasarkan tujuan dan ruang lingkunya, tes prestasi belajar dapat digolongkan ke dalam jenis penilaian, sebagai berikut:
a. Tes Formatif, penilaian ini dapat mengukur satu atau beberapa pokok bahasan tertentu dan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dalam waktu tertentu.
b.  Tes Subsumatif, tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran daya serap siswa untuk meningkatkan tingkat prestasi belajar atau hasil belajar siswa. Hasil tes subsumatif ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungkan dalam menentukan nilai rapor.
c.  Tes Sumatif, tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap bahan pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester, satu atau dua bahan pelajaran. Tujuannya adalah untuk menetapkan tarap atau tingkat keberhasilan belajar siswa dalam satu periode belajar tertentu. Hasil dari tes sumatif ini dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat (rangking) atau sebagai ukuran mutu sekolah.[11]
G.    Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Secara umum faktor-faktor yang memengaruhi belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut saling memengaruhi dalam proses belajar individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.
1.         Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis.

·         Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam. Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terha­dap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.
Cara untuk menjaga kesehatan Jasmani antara lain adalah:
1.      menjaga pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh, karena kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan tubuh cepat lelah, lesu, dan mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk belajar,
2.      rajin berolahraga agar tubuh selalu bugar dan sehat, dan
3.      istirahat yang cukup dan sehat.
Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologi pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama pancaindra. Pancaindra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Dalam proses belajar, pancaindra merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia, sehingga manusia dapat mengenal dunia luar. Pancaindra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga.
·         Faktor psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Bebera­pa faktor psikologis yang utama memengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, bakat dan percaya diri.
·         Kecerdasan/intelegensi siswa
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampu­an psiko-fisik dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh yang lain. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sendiri sebagai pengendali tertinggi (executive control) dari hampir seluruh aktivitas manusia.
·         Motivasi
Motivasi adalah salah satu faktor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendo­rong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang. Dari sudut sumbernya, motivasi dibagi menjadi dua, yairu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
Motiva­si intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena memba­ca tidak hanya menjadi aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah menjadi kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik memiliki pengaruh yang lebih efektif, karena motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak tergan­tung pada motivasi dari luar (ekstrinsik).
Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk belajar antara lain adalah:
1.      Dorongan ingin tahu dan ingin menyelediki dunia yang lebih luas,
2.      Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju,
3.      Adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-  orang penting, misal­kan orangtua, saudara, guru, atau teman-teman, dan lain sebagainya,
4.      Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengeta­huan yang berguna bagi dirinya, dan lain-lain,
5.      Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun kompetisi,
6.      Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran, dan
7.      Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar.
Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru orangtua, dan lain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungan secara positif akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah.
·         Minat
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003), minat bukanlah istilah yang populer dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.
Untuk membangkitkan minat belajar siswa tersebut, banyak cara yang bisa digunakan. Antara lain, pertama, dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik mungkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desain pembelajaran yang membebaskan siswa untuk mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.
·         Sikap
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Syah, 2003). Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya.



·         Bakat
Bakat adalah kemam­puan seseorang yang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kernungkina besar ia akan berhasil.
·         Rasa percaya diri siswa
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian “ perwujudan diri” yang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa. Makin sering berhasil menyelesaikan tugas, maka semakin memperoleh pengakuan umum, dan selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat.

2.        Faktor-faktor eksternal
Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa. Dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa faktor faktor eksternal yang memengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.

a)            Lingkungan sosial
   Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan antara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.

   Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan yang harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimili­ki oleh anaknya atau peserta didiknya, antara lain dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakat­nya.
   Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masya­rakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengang­guran dan anak telantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memer­lukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.

b)      Lingkungan nonsosial.
   Faktor faktor yang termasuk lingkung­an nonsosial adalah:
   Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terhambat.

   Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapang­an olahraga. Contohnya, letak sekolah atau tempat belajar harus memenuhi syarat-syarat seperti di tempat yang tidak terlalu dekat kepada kebisingan atau jalan ramai, lalu bangunan itu harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi, dan lain sebagainya.
   Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembang­an siswa, begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa.[12]
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Belajar adalah perubahan serta peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang diberbagai bidang yang terjadi akibat melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungannya. Ciri-cirinya belajar yaitu adannya kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), maupun nilai dan sikap (afektif).
Diadakannya pembelajaran ceria dalam proses belajar mengajar karena setiap peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda-beda, Gaya belajar adalah karakteristik atau cara yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan atau memproses informasi atau pengetahuan dalam suatu proses pembelajaran. Maka seorang guru harus mengetahui bagaimana cara mengelola kelas dengan baik dan menyenangkan.
Prinsip-prinsip belajar yang relatif berlaku umum berkaitan dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individual. Hasil belajar merupakan sesuatu yang diperoleh, dikuasai, atau dimiliki oleh siswa setelah melalui sebuah proses belajar. Hasil belajar harus mencerminkan tujuan pada tingkat tertentu yang berhasil dicapai oleh anak didik yang dinyatakan dengan angka atau huruf.



DAFTAR PUSTAKA

·         Firdaus Taman. 2012. PEMBELAJARAN AKTIF Aspek, Teori dan IMPLEMENTASI. Yogyakarta: ELMATERA.
·         Munir. 2010. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: ALFABETA.
·         Slameto. 2003.  Belajar dan Faktor – Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.



[1] Munir. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: ALFABETA. 2010. Hal, 146.
[2]Taman Firdaus. PEMBELAJARAN AKTIF Aspek, Teori dan IMPLEMENTASI. Yogyakarta: ELMATERA. 2012. Hal, 15
[4] Ibid
[5] Munir. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: ALFABETA. 2010 Hal, 160.
[7] Munir. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: ALFABETA. 2010. Hal, 162.
[9] Slameto.  Belajar dan Faktor – Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. 2003.
 Hal, 3 – 5.

[10] Munir. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: ALFABETA. 2010 Hal, 83.